Ini alasan dari keputusan saya meninggalkan profesi sebagai “anak radio” yang sudah saya jalani selama 19 tahun.
Bulan lalu saya baru saja mengambil keputusan besar di dalam hidup saya yaitu meninggalkan profesi yang sangat saya cintai, penyiar Radio. Bukan tanpa alasan saya meninggalkan profesi ini. Sebetulnya pemikiran ini sudah terjadi ketika tahun 2022 dimana mulai banyak teman-teman saya sebagai penyiar terkena dampak pemutusan kontrak atau tidak lanjut kontrak. Namun saya optimis bahwa industri akan membaik dengan adanya efisiensi setelah pandemi. Berjalannya tahun makin banyak pergantian pemain, dan jam siaran saya juga dipindah-pindah karena mengikuti kebutuhan managemen.
Saya masih sangat menikmati pekerjaan ini, menjadi penyiar radio dari 2006 adalah anugrah terbesar yang saya miliki. Banyak kesempatan yang terbuka, menjadi Master of Ceremony, lalu sebuah profesi yang tidak pernah saya pikirkan di dalam hidup ini yaitu Voice Over Talent, selain membuka kesempatan yang ada ternyata di radio juga memberikan ilmu dan menambah value saya. Ternyata menjadi anak radio membuat saya menjadi rajin untuk menulis. Siapa sangka ketika senior saya resign, saya dipercaya untuk menulis radioplay yang tayang dari senin sampai jumat. Yes, striping, jujur waktu itu belum ada kata burnout, tetapi saya tidak bisa mengeluh karena kalau tidak saya kerjakan maka tidak ada acara “Sketsa Jakarta” yang di mana itu adalah acara signature di radio tempat saya bekerja di tahun 2006.
Kembali ke alasan mengapa saya mengambil keputusan untuk meninggalkan profesi ini. Pemicunya adalah ketika semuanya tidak proporsional. Jujur, saya adalah termasuk penyiar yang harus sempurna. Karena profesi ini adalah seni dan sangat bisa dirasakan langung oleh pendengar (namun bertambahnya usia saya semakin bijak dengan diri dan team saya). Bisa saja saya menegur penyiar sebelumnya jika deck siaran berantakan dengan kertas dan tab browser PC internet tidak ditutup semua yang mengakibatkan PC menjadi lambat kinerjanya. Apa lagi jika ada sampah di studio siaran yang tidak dibuang seperti tissue (biasanya mereka yang harus makeup di studio karena setelah siaran akan ada MC sebuah event) dan sebagainya. Itu dulu ketika saya di usia 20-an, sekarang setelah memasuki usia 30-an saya lebih memilih untuk memaklumi keadaan. Mungkin saja penyiar sebelum saya buru-buru dan sedang tidak fokus akhirnya menjadi tidak rapih setelah siaran.
Keteraturan, proporsional adalah hal yang saya pertimbangkan sebelum meninggalkan profesi saat ini. Radio tempat terakhir saya siaran adalah group besar yang sudah melantai di bursa dan bisa dibilang ini adalah yang paling proporsional. Namun efek dari pandemi membuat (semua) perusahaan kurang proporsional. Puncaknya adalah ketika tahun lalu kontrak part time sebagai penyiar berubah menjadi fulltime karena perusahaan tidak bisa membayar saya dengan harga per-jam siaran, yang dimana bayaran part time jelas lebih besar. Saya terima kontrak fulltime tersebut dengan harapan kedepannya saya bisa kembali mendapatkan kontrak part time. Karena saat itu banyak klien yang harus saya handle dari segi jasa VO talent, dan menyelesaikan tulisan untuk script audio series yang tayang di aplikasi NOICE. Ini membuat waktu saya sebagai freelancer terganggu. Mungkin ada yang bertanya “kenapa harus kontrak fulltime Do?” jawabannya seperti yang terjadi di perusahaan lain pasca pandemi “Demi menyelamatkan OPEX”. Dan saya harus bersyukur tidak semua penyiar mendapatakan kesempatan itu karena penyiar yang lain harus kehilangan kontraknya karena tidak bisa dipertahankan.
Akhirnya 6 bulan setelah kontrak fulltime berjalan saya semakin yakin untuk mengakhiri kontrak dan berprofesi sebagai penyiar radio. Bukan karena tidak lagi cinta dengan profesi ini tetapi saya menganalisa dan sudah melalui chritical thinking berkali-kali bahwa sebenarnya value yang saya miliki di radio selama 19 tahun bisa dikonversikan ke dalam bentuk konten yang berbeda di platform digital yang lain. Radio FM adalah hanya sebuah platform, dan saat ini sudah banyak platform-platform bermunculan. Sebagai penyiar radio yang siaran setiap hari senin sampai jumat dan berlangsung dari 2006 , ini membuat saya semakin yakin bahwa the real content creator adalah anak radio atau awak media. Karena fundamental dan etika berkonten jelas sudah diterapkan dan sangat paham. Karena proses kreatif di sebuah media sudah melewati berbagai macam editing dan revisi. iya, capek banget memang namun sangat efisien untuk dinikmati oleh audience.
Akhirnya 14 Mei 2024 saya mengajukan resign dan melewati one month notice dengan sempurna. 14 Juni 2024 saya resmi meninggalkan tempat ternyaman, profesi yang sangat menyenangkan, dengan orang-orang yang sangat baik dan sangat memanusiakan pekerjanya. Di group radio terakhir tempat saya bekerja, saya mendapatkan sebuah nilai yang akan saya terapkan di tempat saya berkerja selanjutnya. Memanusiakan Manusia Seutuhnya.